Malam itu, gue merasa perasaan
gue nggak enak. Entah apa penyebab perasaan ini datang. Bahkan, beberapa kali
bercermin untuk melihat bayangan gue dan memastikan bahwa gue baik-baik saja.
Gue kembali ke tempat tidur.
Menghela napas sejenak, kemudian melihat layar handphone dengan seksama.
“Apapun yang terjadi malam ini, gue Cuma mau semuanya beres. Bismillah aja
deh.” Gue ngomong sendiri.
Lagu secondhand serenade “your
call” sedang kudengarkan saat itu. Benar saja, pada saat itu juga ada chat
masuk dari dia, ya orang yang sempat kuceritakan waktu itu.
“gue minta maaf ya sama lo. Nggak usah tanya kenapa, pokoknya gue minta
maaf sama lo” ucapnya.
“tijel dah knp minta maaf. Ga ada yang salah juga kan? Haha” balas
gue.
“haha yah minta maaf aja trus makasih ya wkwkwk” balasnya cepat.
“yah gue yang harusnya minta maaf. Gue emang egois. Lo udah tau semua
pasti kan? Maafin ya” balas gue sambil berpikir entah apa yang terjadi.
“iya gua udah tau, pokoknya gua minta maaf sorry kalo suka dingin sama
lu, terus makasih yah selama ini udah care sama gua. Yang egois itu gua. Ya
pokoknya salah gua dah maafin ya”
Entah kenapa balasan darinya ini
membuat gue seketika sesak dan nggak tau harus ngapain. Gue Cuma bisa terdiam,
hingga akhirnya untuk pertama kalinya air mata gue jatuh.
“ah jadi sedih deh” balas gue dengan perasaan campur aduk.
“yah ga usah sedih. Maaf udah buat lu sedih, kan kita masih bisa jadi
temen deket kan J”
Jawaban darinya membuat gue
sedikit lega. Saat ini, gue merasa dia orang yang selalu membuat gue luluh. Ah
sudahlah, malam itu menjadi malam yang panjang untuk kita (re: aku dan kamu). Gue banyak belajar dari kejadian malam itu,
bahwa sesungguhnya cinta tidak bisa dipaksakan.
“gua gak mau abis ini lu jadi kaku sama gua. Biasa aja ya kita”
ucapnya terakhir.
Kalau boleh jujur, ini adalah
pertama kalinya gue nangis karena hal seperti ini. Entah kenapa malam itu gue
berubah menjadi sosok yang sangat lemah, sosok yang bukan gue. Semakin malam,
semakin tidak karuan juga perasaan gue. Bahkan sampai gue selesai menulis
tulisan ini, masih ada bekas-bekas sesak di dalam sini.
Di satu sisi, gue merasa lega
karena semuanya sudah selesai. Tapi di sisi lain, gue menyesali kenapa semuanya
bisa terjadi seperti ini. Kenapa gue nggak bisa menyimpan ini sendirian? Kenapa
gue nggak bisa nahan diri gue sendiri?
gue nggak tau. Gue Cuma nggak
bisa lepas dari lo. Dari awal kenal, sampai saat ini, dengan siapapun gue
bersama, gue tetep nggak bisa nyaman kalo nggak sama lo, walaupun pada saat itu
gue berusaha ngelupain lo. Dalam beberapa pendekatan, bahkan gue bisa ikhlas
ketika semuanya harus berakhir. Setiap gue mulai dengan yang baru, pasti ada
aja waktu dimana gue keingetan lo, dan itu mengubah semuanya. Ketika puncaknya
terjadi, rasanya sakit sekali didalam ini. Sampai akhirnya belakangan ini
akhirnya gue mendapatkan your call, sebuah panggilan dalam hati, yang
meyakinkan bahwa it’s not over. Tapi itu dulu, sebelum semuanya terbuka seperti
saat ini.
gue juga udah ngebohongin diri gue sendiri dengan berusaha jauh-jauh dari lo.
awalnya, iya, gue pikir yang kita
butuhkan hanya waktu. Waktu yang nantinya akan membuat kita sadar bahwa kita
saling membutuhkan satu sama lain. Setelah kejadian malam itu, gue berusaha
menghilangkan jejak sekecil apa pun tentang lo. Tapi apa yang gue dapat? Ketika
gue benar-benar hampir lupa, lo datang lagi.
entahlah. Semuanya seperti
kebetulan. Kayak tiba-tiba teman kita ngechat gue cuma sekedar ngasih tau kalo
lo lagi begini begini, sampai nggak sengaja baca chat di handphone temen
tentang kita. Gue ngerasa itu sebuah petunjuk. Gue berusaha untuk menyangkal
itu semua, berusaha nggak percaya kalau lo segitu berkesannya di hidup gue.
terakhir kali, gue mau jujur sama
lo. Waktu lo mau futsal, semua temen-temen pada nyuruh gue dateng, ngasih tau
kalo hari itu sparing. Kata mereka, gue suruh nontonin lo. Ya jelas gue nggak
mau. Gue nggak mau bukan karena benci sama lo. Gue Cuma berusaha nggak mau
teringat lagi. Asal lo tau, semakin gue mengindar dari lo, nggak mau tau
tentang lo, justru semakin dekat dengan lo. Entah lewat teman-teman lo,
teman-teman gue atau siapapun itu.
Lo akan selalu ada di sana, di
pojok hati gue yang terdalam, karena gue sadar bahwa lo terlalu berharga untuk
dilupakan. Bahkan hati ini sepakat tidak ingin menghapus lo dari hidup gue. Kini
saatnya gue mengucapkan kata yang sebenarnya tidak ingin gue ucapkan sejak gue
sadar telah jatuh hati. Dua kata yang sebenarnya masih ragu untuk diucapkan.
“berjalan mundur.”
Satu hal yang tidak gue inginkan
saat kita berjumpa lagi, gue nggak mau kita terlihat canggung di depan orang. Gue
mau mulai sekarang lo belajar menghargai kebersamaan kita waktu itu sebagai
sebuah pelajaran berharga. Karena cinta itu tidak egois, ada kalanya satu pihak
harus rela berjalan mundur karena sudah tidak kuat berjuang. Biar kali ini gue
yang berjalan mundur dan membiarkanmu tetap disini.
Gue akan selalu disini, gue yang tidak akan pernah bisa memiliki namun tetap menyimpan perasaan padanya.